Dalam suasana tanah air yang serba panas dewasa ini patut dikenang seorang anak dunia yang lahir hampir 150 tahun lalu. Anak dunia itu lahir pada tanggal 22 Februari 1857 dari keluarga Reverend Baden-Powell, seorang guru besar dari Oxford University di Inggris. Anak itu adalah laki-laki keenam dari delapan anak laki-laki dari sepuluh bersaudara. Anak itu, dengan mengacu kepada kakeknya, diberi nama Robert Stephenson Smyth Baden-Powell.
Robert ini di masa kecilnya cukup menderita karena sudah menjadi piatu pada usia tiga tahun ketika ayahnya meninggal dunia. Kehidupannya banyak diwarnai oleh kelembutan ibunya, anggota masyarakat biasa yang tidak kaya, tetapi mengasuh Robert dengan penuh kasih sayang. Robert tumbuh sebagai anak cerdas yang mempunyai minat dan semangat yang tinggi untuk selalu belajar hal-hal yang baru. Robert senang bermain dengan permainan advonturir yang mendebarkan hati, tetapi hatinya lembut karena ternyata iapun suka bermain piano.
Robert tumbuh seperti anak-anak muda lainnya dan dalam kehidupannya selama sekolah senang bertualang, menelurusuri sungai Thames dan sering menjadi teladan teman-teman bermainnya. Kehidupan remaja ini membekas dan menjadi sangat berguna ketika Robert memasuki karier sebagai tentara dalam jajaran pemerintah Inggris.
Dalam kariernya sebagai tentara Robert Baden-Powell mencapai kariernya dengan relatif cepat. Pada usia 30 tahun dia sudah menyandang pangkat Kolonel Kehormatan. Dia ditugaskan di India, Afganistan dan Afrika Selatan. Pada tahun 1899 Robert ditugaskan di Mafeking, suatu tugas yang kemudian melejitkan namanya serta mengangkat dirinya menjadi Mayor Jendral pada usia hanya 43 tahun.
Karier yang sangat menanjak itu melambungkan namanya dan membuat dirinya menjadi idola anak muda biarpun dia sendiri bersifat rendah hati atas peranan pribadinya. Robert sangat menghargai peranan generasi muda yang bertanggung jawab dalam menghadapi tantangan. Robert menerbitkan buku dan dalam waktu sangat singkat buku dan tulisannya mendapat sambutan yang sangat luar biasa.
Setelah keberhasilan yang gemilang di Mafeking, Robert diberi tanggung jawab mengembangkan Angkatan Kepolisian Afrika Selatan sampai akhirnya pada tahun 1903 ia memutuskan untuk kembali ke negaranya sebagai Inspektur Jenderal. Robert sangat terkejut karena buku dan tulisannya sangat digermari oleh generasi muda di negaranya yang kebetulan pada waktu itu berada dalam masa transisi antara masyarakat agraris dan masyarakat industri. Karena itu Robert Baden-Powell memutuskan untuk lebih aktif mengembangkan generasi muda menjadi warga negara yang baik.
Pengalaman melalang buana di berbagai negara, dan melihat keadaan anak muda dan remaja di negaranya yang gelisah itu, menjadi panggilan suci untuk membangun generasi muda yang tangguh, berkepribadian dan siap menjadi warga yang baik. Panggilan itu sangat nyaring sehingga Robert memutuskan untuk berjuang membangun generasi muda yang tangguh dan mempunyai partisipasi yang tinggi dalam membangun kepribadian dan cinta kepada sesamanya untuk membangun negara dan bangsanya.
Lebih lanjut dalam kerja luhur itu, dalam beberapa catatan pribadinya, Robert Baden-Powell selalu mengingatkan bahwa generasi muda harus selalu siap menghadapi tantangan. Persiapan itu harus disertai pengembangan kepribadian yang simpatik, sabar, bersikap ria dan tidak cepat marah, memberi waktu kepada sesama dan dengan senang hati saling memberi bantuan kepada sesamanya.
Dalam gerakan kepanduan yang kemudian menyebar dengan cepat ke seluruh dunia, sampai sekarang, sifat-sifat kepribadian yang luhur itu menjadi acuan. Robert Baden-Powell selalu mengaku bahwa dia tidak memberi resep yang cespleng, karena diapun tidak percaya bahwa apa yang diajarkan akan selalu diterima dengan baik. Oleh karena itu sejak semula dia percaya kepada sistem pendidikan dengan kelompok kecil. Bahkan dia lebih percaya kepada usaha-usaha pendidikan dan pelatihan yang mengandalkan pada partisipasi aktif untuk mecoba dan mengalami karena dengan cara itu setiap anak dan remaja akan mengetahui dan menguasai pelaksanaan sesuatu yang dicobanya dengan mendalam.
Robert juga sadar bahwa ada kalanya sesuatu yang kita anggap baik bisa ditolak anak muda atau remaja. Bahkan sesuatu yang dianggap baik bisa saja berakhir dengan kegagalan. Tetapi dengan memberi kepercayaan kepada anak muda dan remaja untuk mencoba dan mengerjakannya, dengan cara mereka yang dianggap baik, banyak manfaat yang muncul berupa inovasi-inovasi yang tidak terbayangkan sebelumya. Pengalaman pendidikan seperti inilah barangkali yang sekarang perlu kita teladani di Indonesia.
Anak muda bangsa ini membengkak jumlahnya. Pendidikan kepanduan yang di masa lalu dilakukan dengan gegap gempita masih perlu ditingkatkan lagi. Pramuka yang karena alasan-alasan tertentu dikembangkan dengan basis sekolah telah menyebabkan banyak sekali, setidaknya 50 persen anak usia SMP yang tidak sekolah, ditambah 60 persen anak SMA yang tidak sekolah, yang sama sekali tidak memperoleh kesempatan mengikuti pendidikan kepanduan seperti diwariskan oleh Robert Baden-Powell.
Dalam memperingati Hari Lahir Bapak Pandu Sedunia Robert Baden-Powell hari ini, kiranya para pemimpin merenung kembali keteladanan yang telah diwariskannya untuk menciptakan generasi muda yang berkepribadian, sopan santun dan mencintai sesamanya. Barangkali generasi muda tidak perlu harus selalu berkelahi karena alasan sepele. Tidak perlu saling menggempur dan merusak. Generasi muda harus selalu siap menghadapi tantangan, siap bekerja keras membangun negara dan bangsanya. (Haryono Suyono, Ketua Umum Hipprada) – 22Februari2006.
Views: 433
sUMBER : http://www.haryono.com/article/article/belajar-mencintai-sesama.html
Browse » Home »
Artikel Pramuka
» BELAJAR MENCINTAI SESAMA
Rabu, 06 Oktober 2010
BELAJAR MENCINTAI SESAMA
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Comments :
0 komentar to “BELAJAR MENCINTAI SESAMA”
Posting Komentar