
Kasus yang menimpa seorang ibu rumahtangga bernama Prita Mulyasari, jelang akhir tahun 2009 ini jadi berita hangat. Cerita, tanggapan, komentar tentang kasus ini jadi buah bibir di tengah masyarakat. Seiring dengan itu, memancing kepedulian terhadap Prita karena sudah tercipta anggapan bahwa wanita ini sedang terzalimi, sehingga perlu dibantu bersama. Bertolak dari itulah lahirnya Gerakan mengumpulkan uang recehan (koin), guna pembayar denda sebesar Rp240 juta, setelah palu hakim berdentang menghukumnya.
Dentang palu hakim itu tentu hanya terdengar seputar ruang sidang. Namun gaungnya terdengar ke seluruh pelosok Nusantara. Menggetarkan relung-relung hati jutaan orang yang mendengarnya. Justru itu, adanya gerakan menyumbangkan uang recehan mendapat simpati masyarakat. Mereka seperti berlomba ikut serta menyumbang, tanpa memilah status sosial dan profesi. Baik tua muda, mahasiswa, pelajar, pejabat, rakyat jelata, ibu rumahtangga, pegawai negeri, pekerja swasta, buruh, penarik becak, pedagang, anak jalan bahkan juga anak taman kanak-kanak. Apakah ada di antara penyumbang itu yang pengurus atau anggota pramuka? Sampai tulisan ini ditulis belum ada publikasinya. Mungkin saja partisipasi pramuka sudah ada pula di sini, namun bukan atas nama lembaga, tetapi secara perseorangan. Asumsi itu cukup beralasan. Karena pada darma ke 5 ‘Dasa Darma’ Pramuka disebutkan : “ Pramuka itu tabah dan suka menolong.” Dalam jiwa Pramuka oleh pembinanya ditanamkan berbagai kepedulian, baik terhadap lingkungan apalagi kepedulian terhadap sesama insan. Semangat itu diwujudkan dalam bentuk berbagai pengabdian yang disebut ‘bakti.’
Dengan prasangka baik bahwa Pramuka sudah ikut peduli pada nasib Prita Mulyasari, apakah kita sudah puas begitu saja? Menurut hemat penulis seharusnya tidak. Tetapi harus ada tindak lanjutnya. Gerakan Koin Peduli Prita tersebut bisa jadi pemicu lahirnya inspirasi untuk mencontohnya. Kenyataan itu sudah menunjukkan bahwa cara pengumpulan uang recehan itu bisa jadi salah satu ‘model’ upaya mendapatkan dana untuk membantu orang yang lagi menderita.
Dalam hal ini, bukan berarti kini kita menganjurkan agar sekarang pengurus Kwarda 03 Sumbar maupun 18 Kwarcab Pramuka yang ada di provinsi ini membuka pula Posko Koin untuk Frita. Tidak! Sekali lagi tidak. Karena kalau itu baru dilakukan sekarang, sudah terlambat. Gerakan Pramuka ini bisa dinilai orang sebagai latah untuk menjadi ‘pahlawan kesiangan.’ Soalnya, sampai tanggal 20 Desember 2009, konon sudah terberita di televisi bahwa dana untuk pembayar denda akibat apa yang dianggap ‘kesalahan’ Frita itu sudah mencapai Rp825 juta. Berati sudah jauh melampaui target yang hanya Rp240 juta.
Tetapi ‘model’ untuk mengumpulkan sumbangan seperti ‘Gerakan Koin untuk Frita’ tersebut patut ditiru. Sekarang momentumnya cukup tepat. Ranah Minang baru saja digoncang gempa dahsyat. Akibatnya sudah sama kita ketahui. Banyak yang porakporanda. Lebih 1000 orang yang meninggal dunia. Ribuan rumah yang hancur dan rusak. Ratusan sekolah dan fasilitas umum lainnya yang ambruk. Tidak heran banyak airmata yang tumpah. Baik karena kehilangan rumah maupun karena anak tidak bisa lagi sekolah. Bisa saja karena ada pelajar yang kehilangan ayah sang pencari nafkah dan sebagainya. Semuanya mendambakan uluran tangan dermawan yang mau bermurah hati membantu mereka. Sementara bantuan di masa tanggap darurat tak mengalir lagi. Lalu apa gerakan Pramuka Peduli dan Pramuka yang peduli itu sekarang?
Barangkali ada alasan bahwa wacana meniru Gerakan Koin Kepedulian untuk Prita itu tidak tepat di Sumbar. Alasan mereka karena kasusnya berbeda. Tetapi perlu diingat, antara gempa dahsyat yang memporakporandakan Sumbar tidak kalah getarannya dibanding bunyi palu hakim saat menjatuhkan vonis terhadap Prita Mulyasari. Sama mengundang keprihatinan, sama menyedihkan, sama menggugah hati masyarakat.
Justru itu, sebenarnya cukup alasan bila Pramuka mengadakan ‘Gerakan Pengumpulan Koin Peduli Pasca Gempa.’ Kita optimis akan bisa menggugah hati masyarakat. Setidaknya dari kalangan Pramuka itu sendiri. Jika memang seluruh pelajar mulai dari SD, SLTP dan SLTA di Sumbar yang sekali seminggu berseragam pramuka benar-benar anggota Pramuka, tentu takkan berat menyumbangkan uang recehan mereka Rp500 seorang. Begitu pula mahasiswa yang jadi Pramuka di gugusdepan yang berpangkalan di perguruan tinggi. Jumlah yang terkumpul akan cukup banyak. Jika dihitung pelajar dan mahasiswa yang anggota pramuka di Sumbar rasanya takkan kurang dari satu juta orang. Jika dikalikan dengan Rp500 saja, bisa terhimpun dana Rp500 juta. Suatu jumlah yang cukup besar untuk menunjukkan bukti nyata sebuah bakti pramuka. Mungkin saja dalam bentuk pembangunan satu atau dua lokal sekolah yang ambruk, atau untuk bedah rumah korban bencana yang kini masih sengsara tinggal di tenda.
Persoalannya sekarang, siapa yang akan memprakarsai terwujudnya ‘Gerakan Koin Peduli Gempa’ ini. Apakah Ka Kwarda Sumbar atau para Petinggi di Kwarda tersebut? Untuk menyukseskan sebuah missi termasuk kegiatan seperti ini memang harus dimiliki tiga hal.
Pertama ‘kemauan.’ Sebuah beban yang ringan saja tidak mungkin diangkat, kalau seseorang tidak ‘mau’ mengangkatnya.
Kedua, ‘kemampuan’. Dalam hal ini patut dipertanyakan apakah Kwarda Sumbar yang sekarang dipimpin oleh seorang Gubernur tidak mampu membuat gerakan sosial ini?
Ketiga, ‘kesempatan.’ Apakah jajaran Pramuka terlalu sibuk dengan kegiatan rutin organisasinya sendiri, sehingga tak sempat lagi melirik ke luar untuk menunjukkan kepedulian mereka terhadap apa yang terjadi di negeri ini? Lalu dimana lagi nilai-nilai luhur yang terkandung dalam ‘Dasa Darma’ yang selalu jadi acuan dan rujukan setiap gerak kehidupan Pramuka itu? Apakah janji dan Dasa Darma yang diucapkan setiap acara pelantikan Pengurus Pramuka itu hanya sebagai ‘buah bibir’ permainan kata saja lagi?
Kesimpulannya, kita berharap agar pengurus terutama petinggi Pramuka di daerah itu bisa terketuk hatinya untuk memprakarsai ‘Gerakan Koin Peduli Pasca Gempa’ di Sumbar. Jika wacana ini jadi kenyataan, anggota Pramuka yang terdaftar sebagai anggota ‘Brigade Penolong’ atau ‘Pramuka Peduli’ patut berada di garis depan sebagai relawannya. Namun perlu pula diingatkan, agar sedia murni sebagai relawan tanpa pamrih. Diingatkan demikian, karena sudah menjadi kebiasaan dalam kegiatan pramuka panitianya bisa mendapat ‘uang lelah’ alakadarnya. Sedangkan dalam kegiatan ini, khusus dan perlu gerakan yang luar dari biasa, karena gempa yang melanda Sumbar kali ini luar biasa pula. Justru itu, jerih payah sebagai orang yang terlibat mengumpulkan koin ini, cukup Allah SWT saja yang membalasnya dengan pahala yang berlipat ganda. Amin!
Memang kita tidak menutup kemungkinan adanya pihak-pihak tertentu atau oknum yang akan mengambil keuntungan dalam gerakan ini. Misalnya, rumah masyarakat yang dibangun dengan dana ‘koin peduli gempa’ ini, kemudian dia laporkan sebagai bantuan pemerintah. Sementara bantuan yang turun dari pemerintah itu sendiri dikorupsinya.
Untuk menghadapi kemungkinan itu, serahkan saja pada pihak berwenang mengawasinya, termasuk pada LSM yang peduli terhadap korban gempa. Sedangkan Pramuka tetaplah konsisten mengacu pada Dasa Darma Pramuka itu sendiri. Dalam kaitan ini, ingatlah ‘darma’ ke sepuluh yang bunyinya:
“Suci dalam pikiran, perkataan dan perbuatan.”
Dengan demikian kita bisa memelihara semangat patriotisme yang berkobar di dada masing-masing sebagai insan Pramuka. Sesuai dengan hymne Pramuka dan pandu ‘ibu pertiwi.’ Camkanlah! Salam Pramuka!

Cases affecting a housewife named Prita Mulyasari, 2009 ahead of the end of this hot news. Stories, responses, comments about this case so lips in the community. Along with that, provoked concern because it was created Prita assumption that this woman was terzalimi, so that needs help with. Starting with the birth of the Movement's collecting coins (coins), to paying a fine of Rp240 million, after a judge struck hammer to punish him.
The clang of the judge's gavel sounded just around the courtroom. But the echo sound to all corners of the archipelago. Thrilling recesses of the hearts of millions of people who heard it. That is, the movement of coins donated public sympathy. They are like a race to participate contribute, without any sort of social status and profession. Both young and old, student, students, officials, common people, housewives, civil servants, private sector workers, laborers, rickshaw pullers, vendors, street children and even children in kindergarten. Do any of the contributors to the management or scout? Until this paper was written there has been no publication. Participation might have some scouts here, but not in the name of the institution, but as individuals. The assumption was quite reasonable. Because the darma to 5 'Dasa Darma' Scout says: "The Scout is brave and helpful." In Scouting spirit instilled by coach of concern, both for the environment much less concern for fellow beings. Spirit manifested in the form of service called "devotion."
With a good prejudice that had joined the Boy Scouts regardless of the fate Prita Mulyasari, whether we are satisfied with it? According to the opinion of the writer should not. But there must be follow-ups. Caring Coins Prita movement may be triggering the birth of inspiration for mencontohnya. The fact it was shown that the way to collect coins that could be one of the 'model' efforts to get funds to help people who suffer anymore.
In this case, does not mean we now recommend that a committee now and Kwarda 03 Sumbar 18 Kwarcab Scouts in the province is open to all Posko Coins Frita. No! Once again no. Because if it was just done today, it's too late. Scouting can be considered as a talkative person to be a 'hero late.' You see, until December 20, 2009, allegedly terberita on television that the funds for paying a fine due to what is considered 'mistakes' Frita was already reached Rp825 million. Means has far exceeded the target of only Rp240 million.
But the 'model' to collect donations as 'Movement for Frita Coins' is enviable. Enough momentum right now. Minang realm just devastating earthquake rocked. Have the same result we know. Many porakporanda. Over 1000 people died. Thousands of houses destroyed and damaged. Hundreds of schools and other public facilities collapsed. No wonder many tears are shed. Whether the loss of home or because the child can no longer school. It could be because there are students who lose the breadwinner father and so on. Everything crave generous helping hand that will help them generously. While assistance in the emergency response was flowing again. So what Scouting and the Boy Scouts Care that cares now?
Perhaps there is a reason that the discourse copying Concern for Movement Coins Prita was not right in West Sumatera. The reason they are because the case is different. But keep in mind, the powerful earthquake that ravaged West Sumatera no less vibration than the sound when the judge dropped the hammer on Prita Mulyasari verdict. Just invite concern, just pathetic, just to inspire people's hearts.
That is, in fact enough reason when the Boy Scouts held a 'Movement Caring Coins Collection Post Earthquake.' We are optimistic will be able to inspire people's hearts. At least from the Scouts themselves. If indeed all students ranging from elementary, junior and senior high school in West Sumatra in uniform once a week which really scout scouts, would not the weight of their coins donated Rp500 one. Similarly, students who become Scouts in gugusdepan based in universities. The amount collected will be quite a lot. If the count of school and university students in West Sumatra scout it would not be less than one million people. If multiplied by Rp500 course, can accumulate Rp500 million fund. An amount large enough to show clear evidence of a Boy Scout service. Perhaps only in the form of construction of one or two local schools that collapsed, or for surgical house disaster victims who are still miserable living in a tent.
The question now, who will initiate the establishment of 'Caring Coins Movement Earthquake' this. Does he or the Kwarda Sumbar Kwarda the officer in? For the success of a mission, including such activities must have three things.
First 'wishes.' A light load may not be appointed, if someone does not 'want to' lift.
Second, the 'capability'. In this case is questionable whether Kwarda Sumbar now led by a governor is not able to make these social movements?
Third, 'a chance.' Does Scout ranks are too busy with routine activities of the organization itself, so no time to glance out to show their concern over what happens in this country? Then where more noble values contained in the 'Dasa Darma' which is always a reference and referral every movement of life that the Boy Scouts? Is the promise and Dasa Darma spoken every Scout Board inauguration ceremony was just as 'lips' just another word game?
In conclusion, we wish to particularly high-ranking officials in the area Scouts can terketuk him to initiate the 'Caring Coins Movement Post Earthquake' in West Sumatera. If this discourse into a reality, members of the Scouts who are registered as members 'Brigade Helper' or 'Boy Scouts Care' should be at the forefront as a volunteer. Should also be reminded, however, that purely as a volunteer willing to unconditionally. Reminded that, as was customary in the Scouts activities committee can get 'compensation' spurious. While in these activities, special and needs to move out of the ordinary, because the earthquake that hit West Sumatra this time is also extraordinary. Thus the efforts of those involved collecting these coins, just enough to God Almighty who responded with a double reward. Amen!
Indeed we do not close the possibility of certain parties or others who will take advantage of this movement. For example, homes built with public funds 'coin matter earthquake' is, then he's report as government assistance. While aid is down from the government itself dikorupsinya.
To face the possibility that, leave it to the authorities over him, including the NGOs that care for earthquake victims. Scouts remain consistent while referring to the Dasa Darma Scouts themselves. In this regard, remember 'darma' to the ten that said:
"Scripture in thought, word and deed."
Thus we can maintain the spirit of patriotism that burned in their breasts as a human being Scouts. In accordance with the Boy Scouts and scout hymn 'motherland. "Keep in mind! Salam Scouts!
Padang, 20 Desember 2009
Penulis adalah Pemimpin Media Pramuka
Comments :
0 komentar to “Koin untuk Prita & Kepedulian Pramuka (Coins for Caring Prita & Scouts)”
Posting Komentar