Selasa, 27 Oktober 2009

Pelajaran Pertama Kepemimpinan ( First Lessons of Leadership)



Seorang raja yang sudah memasuki usia senja sedang mempersiapkan putranya agar suatu ketika kelak dapat menggantikan dirinya. Ia mengirim putranya pada seorang bijak untuk belajar mengenai kepemimpinan.

Setelah menempuh perjalanan panjang, bertemulah putra mahkota ini dengan si orang bijak. ”Aku ingin belajar padamu cara memimpin bangsaku,” katanya. Orang bijak menjawab, ”Masuklah engkau ke dalam hutan dan tinggallah disana selama setahun. Engkau akan belajar mengenai kepemimpinan.”

Setahun berlalu. Kembalilah putra mahkota ini menemui si orang bijak. ”Apa yang sudah kau pelajari?” tanya orang bijak. ”Saya sudah belajar bahwa inti kepemimpinan adalah mendengarkan,” jawabnya. ”Lantas, apa saja yang sudah engkau dengarkan?” ”Saya sudah mendengarkan bagaimana burung-burung berkicau, air mengalir, angin berhembus dan serigala melonglong di malam hari,” jawabnya. ”Kalau hanya itu yang engkau dengarkan berarti engkau belum memahami arti kepemimpinan. Kembalilah ke hutan dan tinggallah disana satu tahun lagi,” kata si orang bijak.

Walaupun penuh keheranan, putra mahkota ini kembali mengikuti saran tersebut. Setahun berlalu dan kembalilah ia pada si orang bijak. ”Apa yang sudah kau pelajari,” tanya orang bijak. ”Saya sudah mendengarkan suara matahari memanasi bumi, suara bunga-bunga yang mekar merekah serta suara rumput yang menyerap air. ”Kalau begitu engkau sekarang sudah siap menggantikan ayahmu. Engkau sudah memahami hakekat kepemimpinan,” kata si orang bijak seraya memeluk sang putra mahkota.

Syarat utama kepemimpinan adalah kemampuan mendengarkan. Manusia diciptakan dengan dua telinga dan satu mulut. Ini adalah isyarat bahwa kita perlu mendengar dua kali sebelum berbicara satu kali. Mulut juga didisain tertutup sementara telinga kita dibuat terbuka. Ini juga pertanda bahwa kita perlu lebih sering menutup mulut dan membuka telinga.

Prinsip dasar inilah yang sebetulnya perlu dipahami oleh seorang pemimpin dimana pun ia berada, apakah ia memimpin negara, perusahaan, organisasi, rumah tangga maupun diri sendiri. Semua masalah yang terjadi di dunia ini senantiasa bermula dari satu hal: Kita terlalu banyak bicara tapi kurang mau mendengarkan orang lain. Kita memiliki terlalu banyak statement (pernyataan), tetapi terlalu sedikit statesman (negarawan) yang ditandai dengan kemauan untuk mendengarkan pihak lain.

Tetapi, mendengarkan dengan telinga sebenarnya baru merupakan tingkat pertama mendengarkan. Seperti yang ditunjukkan dalam cerita di atas, seorang pemimpin bahkan dituntut untuk dapat mendengarkan hal-hal yang tak bisa didengarkan, menangkap hal-hal yang tak dapat ditangkap, serta merasakan hal-hal yang tak dapat dirasakan oleh orang kebanyakan.

Seorang pemimpin perlu mendengarkan dengan mata. Inilah tingkat kedua mendengarkan. Dalam proses komunikasi ada banyak hal yang tidak dikatakan tapi sering ditunjukkan dengan tingkah laku dan bahasa tubuh. Orang mungkin mengatakan tidak keberatan memenuhi permintaan Anda, tapi bahasa tubuhnya menunjukkan hal yang sebaliknya.
Seorang karyawan yang merasa gajinya terlalu rendah mungkin tidak menyampaikan keluhannya dalam bentuk kata-kata tetapi dalam bentuk perbuatan. Seorang yang merasa bosan dengan lawan bicaranya juga sering menunjukkan kebosanan itu lewat gerakan tubuhnya. Nah, kalau Anda tidak dapat menangkap tanda-tanda ini, Anda belum memiliki kepekaan yang diperlukan sebagai pemimpin.

Tingkat ketiga adalah mendengarkan dengan hati. Inilah tingkat mendengarkan yang tertinggi. Penyair Kahlil Gibran menggambarkan hal ini dengan mengatakan: ”Adalah baik untuk memberi jika diminta, tetapi jauh lebih baik bila kita memberi tanpa diminta.” Kita memberikan sesuatu kepada orang lain karena penghayatan, rasa empati dan kepekaan kita akan kebutuhan orang lain. Disini orang tak perlu mengatakan atau menunjukkan apapun. Kitalah yang langsung dapat menangkap apa yang menjadi kebutuhannya. Komunikasi berlangsung dari hati ke hati dengan menggunakan ”kecepatan cahaya”.
Sayang, amat jarang pemimpin di Indonesia yang memiliki kepekaan ini. Jangankan di level ketiga, untuk sampai ke level pertama yaitu mendengarkan dengan telinga saja masih banyak yang belum mampu. Lihatlah apa yang terjadi pada masyarakat kita. Berbagai bencana yang dialami masyarakat, mulai dari banjir, gempa bumi, flu burung, hingga demam berdarah tidak ditanggapi pemerintah dengan serius.

Bahkan himbauan dari berbagai kelompok masyarakat kepada para politisi tertentu agar tidak mencalonkan diri karena tergolong politisi busuk dan pelaku KKN dianggap sebagai angin lalu. Orang-orang ini - bahkan yang sudah terbukti tidak mampu sekalipun - masih ngotot mencalonkan dirinya sebagai presiden. Karena itu, marilah kita berdoa agar negara ini tidak lagi dipimpin oleh orang yang ”tuli”, ”bisu” dan ”buta”. Apalagi oleh orang yang ”buta” hati nuraninya dan hanya memikirkan kepentingan dirinya sendiri.




A king who had entered old age was preparing her son for a while later to replace him. He sent his son to a wise man to learn about leadership.

After a long journey, the crown prince met with the wise man. "I want to learn you how to lead my people," he said. The wise man replied, "Go you into the woods and stay there for a year. You will learn about leadership. "

A year passed. This crown prince back to see the wise man. "What have you learned?" Asked the sage. "I've learned that the essence of leadership is listening," he said. "So, what are you listening?" "I've listened to the birds singing, water flowing, wind blowing and melonglong wolf at night," he said. "If that's all you hear is you do not understand the meaning of leadership. Go back to the woods and stay there for another year, "said the wise man.

Although amazement, this crown back to follow the suggestions. A year passed and return it to the wise man. "What have you learned," said the sage. "I've been listening to the sun heating the earth, the sound of flowers blooming and the sound of breaking up water grass. "Then you are now ready to replace your father. You have to understand the essence of leadership, "said the wise man as he hugged his crown prince.

The main requirement of leadership is the ability to listen. Humans were created with two ears and one mouth. This is a sign that we need to listen twice before speaking once. Also designed a closed mouth while we made an open ear. This is also a sign that we need more often closed mouth and open ears.

The basic principle is what really needs to be understood by a leader wherever he is, whether he led the nation, companies, organizations, households and myself. All the problems that happen in this world always starts with one thing: We are too much talk, but less willing to listen to others. We have too many statements (statements), but too little Statesman (statesman) is marked by a willingness to listen to the other.

However, listening with new ears is actually the first level of listening. As shown in the above story, a leader even required to be able to listen to the things that can not be heard, to catch the things that can not be arrested, and feel the things that can not be felt by ordinary people.

A leader needs to listen with your eyes. This is the second level of listening. In the communication process there are many things that do not say, but often indicated by the behavior and body language. People may say do not mind to meet your requests, but his body language indicates otherwise.
An employee who feels her salary is too low may not submit the complaint in the form of words but in deed form. A person who is tired of talking too often shows boredom through body movements. Well, if you can not catch these signs, you do not have the necessary sensitivity as a leader.

The third level is to listen with your heart. This is the highest level of listening. Poet Kahlil Gibran describes this by saying: "It is good to give if requested, but much better when we give without being asked." We give something to someone else because of appreciation, a sense of empathy and sensitivity we would need other people. Here people do not need to say or show anything. We are the ones who can immediately grasp what is needed. The communication from the heart by using "speed of light".
Unfortunately, very rarely leaders in Indonesia who have this sensitivity. Let alone the third level, to reach the first level of listening with my ears still many who have not been able. Look at what happened to our society. Various community experienced disasters, from floods, earthquakes, bird flu, dengue fever to the government not taken seriously.

Even an appeal from the various community groups to certain politicians in order not to run because the politician belonging to decay and corruption is considered as the principal wind. These people - and even that has proved unable even - still insist on running him for president. Therefore, let us pray that this country is no longer led by men who "deaf", "dumb" and "blind". Especially by people who "blind" conscience and thought only of self-interest.

Oleh: Arvan Pradiansyah, pengamat kepemimpinan dan penulis buku You Are A Leader!

Comments :

0 komentar to “Pelajaran Pertama Kepemimpinan ( First Lessons of Leadership)”


Posting Komentar

Pengurus DKC Tanah Datar Masa Ke masa

Album Kenangan Kwarcab Tanah Datar